Pendidikan Nasional Masih Terfokus pada Materi

Pendidikan Nasional Masih Terfokus pada Materi

Kamis, 29 Oktober 2009 | 13:32 WIB
Laporan wartawan Kompas.com M.Latief

JAKARTA, KOMPAS.com - Mendidik anak harus berdasarkan potensinya, karena seorang anak memiliki struktur dan fungsi otak sebagai organ yang memiliki kebutuhan sendiri.

Orang tua, guru, lembaga sekolah, dan masyarakat luas perlu menyadari, bahwa mendidik anak bukan semata berdasar keinginan "mereka". Alhasil, target dan tujuan pendidikan yang dilaluinya pun bukan seolah-olah milik "mereka".

"Untuk itu keberhasilan pendidikan tidak bisa hanya dilihat dari kecakapan baca, menulis, dan berhitung atau calistung si anak, tetapi harus dilalui secara holistik meliputi mind, body, and soul," ujar Ketua Yayasan Anand Ashram Maya Safira Muchtar mengawali dibukanya Seminar Nasional: "Mengembalikan Pola Pendidikan Berbasis Potensi Anak yang Berwawasan Budaya Lokal Nusantara" di Gedung Lemhanas, Jakarta, Kamis (29/10).

Menurutnya, semakin hari sistem pendidikan nasional semakin fokus hanya pada materi dan mutu dari target-target materi tersebut. Mulai dari beban pelajaran, ujian nasional dan standar nilai, olimpiade, dan lain-lain yang semuanya betul-betul mengarah pada kuantitas dan kualitas materi. Sebaliknya, lanjut Maya, konsentrasi pendidikan mengesampingkan kesadaran hati.

"Jangan heran jika banyak terjadi korupsi, penyalahgunaan narkoba, atau tawuran antarpelajar. Memang, membodohkan sebuah bangsa itu sangat mudah, cukup bodohkan saja masyarakatnya, niscaya rakyatnya terpecah belah," tambahnya.

Sementara itu, tokoh pendidik holistik Anand Krishna, lebih menyoroti keberadaan guru yang memiliki porsi paling besar dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan bagi anak-anak didik. Guru, di mata Anand, adalah katalisator utama yang memegang peranan langsung dalam memenuhi kebutuhan pendidikan para anak didik.

Hanya, lanjut Anand, kondisi guru di Indonesia sampai saat ini masih jauh dari ideal untuk tidak lagi memikirkan soal perut. Sudah semestinya, guru hanya memikirkan kualitas pendidikan bagi anak-anak didiknya.

"Tidak ada profesi paling mulia di dunia ini kecuali menjadi seorang guru, sehingga tidak pantas rasanya kita melihat ada guru yang masih turun ke jalan untuk meminta gaji," ujar Anand.

Tidak mengherankan, ujar Anand, jika saat ini guru hanya mengajar berdasarkan kurikulum saja. Guru seperti terpasung, tidak bisa berbuat lebih dari itu.

Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/10/29/1332376/Pendidikan.Nasional.Masih.Terfokus.pada.Materi.

SEMINAR PENDIDIKAN
Potensi Anak Diabaikan


Jumat, 30 Oktober 2009 | 03:36 WIB

Jakarta, Kompas - Sistem pendidikan Indonesia sampai saat ini belum mengutamakan pengembangan potensi anak didik seluas-luasnya. Kurikulum pendidikan pun memperlakukan anak didik sama rata tanpa mempertimbangkan keunikan pada setiap anak didik. Setiap individu unik karena mempunyai potensi, bakat, dan talenta yang berbeda.

Hal itu mengemuka dalam seminar bertema ”Mengembalikan Pola Pendidikan Berbasis Potensi Anak yang Berwawasan Budaya Lokal Nusantara” yang digelar Forum Pengajar-Dokter-Psikolog bagi Ibu Pertiwi dan Yayasan Anand Ashram, Kamis (29/10) di Jakarta. ”Sistem pendidikan makin terfokus hanya pada materi. Menghancurkan bangsa itu mudah, bodohkan saja rakyatnya,” kata Ketua Yayasan Anand Ashram, Maya Safira Muchtar.

Potensi anak terkubur karena pendidikan terfokus pada materi. Akibat tuntutan materi yang meningkat, orangtua tidak mendukung pengembangan potensi anak, malah memaksakan keinginan kepada anak. ”Masih banyak orangtua yang beranggapan, jika ingin sukses atau kaya, anak harus menjadi dokter, insinyur, atau pengacara,” katanya.

Psikolog Rose Mini menyebutkan, setiap orangtua tentu ingin pendidikan anaknya berhasil. Patokan keberhasilan ini yang kerap dinilai hanya dari pencapaian prestasi bidang akademis dan eksakta. Adapun pencapaian bidang kreatif, seperti musik, belum dianggap sebagai prestasi. ”Setiap individu memiliki potensi cerdas. Tetapi, tidak akan teraktualisasi optimal jika tidak distimulasi dengan baik,” ujarnya.

Agar potensi anak berkembang optimal, Ketua Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia Frieda Maryam Siahaan mengingatkan, pendidik harus bisa mendidik dengan empati dan kepekaan sehingga potensi anak didik dapat diperhatikan satu per satu.

”Guru dan orangtua harus memiliki hati untuk meningkatkan kemampuan emosional, sosial, fisik, spiritual, dan kemandirian anak dalam menyelesaikan masalahnya,” ujar Frieda. (LUK)

Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/30/0336580/potensi.anak.diabaikan


Reformasi Kolosal Guru, Depdiknas Akan Rekrut 737.000 Guru


Kamis, 29 Oktober 2009 | 16:13 WIB
Laporan wartawan Kompas.com M.Latief

JAKARTA, KOMPAS.com — Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menyesalkan, banyak guru ingin diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) tanpa harus mengikuti tes meskipun hal itu sudah diatur dalam undang-undang.

Sudah saatnya para guru menyimak kembali isi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, khususnya pada Bab IV Pasal 8 sampai 35. Menurut Direktur Profesi Pendidik Depdiknas Achmad Dasuki, berdasarkan undang-undang itulah guru akan memahami pentingnya mengetahui soal kualifikasi, kompetensi, sertifikasi, hak dan kewajibannya, dan lain-lain, sebelum mempertanyakan, apalagi menuntut status kepegawaiannya.

"Memang, perlu merubah mindset para guru agar benar-benar bisa menjadi profesional," ujar Dasuki dalam sambutannya pada Seminar Nasional "Mengembalikan Pola Pendidikan Berbasis Potensi Anak yang Berwawasan Budaya Lokal Nusantara" di Gedung Lemhanas, Jakarta, Kamis (29/10).

Dasuki mengatakan, untuk merubah cara pandang tersebut, Depdiknas terus menggalakkan pencapaian standar mutu guru melalui program sertifikasi dan rencana besar yang disebut oleh Dasuki sebagai Reformasi Kolosal Guru.

Rencana besar itu, lanjut Dasuki, dijalankan untuk menyeimbangkan antara suplai dan kebutuhan guru karena mulai 2010 sampai 2014 mendatang, Depdiknas sudah menyiapkan rencana untuk melakukan perekrutan sebanyak 737.000 guru. Angka tersebut "melenceng" dari jumlah yang pernah disebutkan Dasuki beberapa bulan lalu (Kompas.com/Jumat/10/7).

"Dan sebanyak 300.000 guru akan dipensiunkan," ujarnya.

Sumber: http://sains.kompas.com/read/xml/2009/10/29/16131713/reformasi.kolosal.guru.depdiknas.akan.rekrut.737.000.guru



(Ki-Ka) dr. Made Arya Wardhana (Praktisi Kedokteran), DR. Frieda Maryam M. Siahaan, M.Ed (Ketua Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia), Bapak Anand Krishna (Tokoh Humanis), Iszur Muchtar (Artis, Pemerhati Pendidikan)-berbaju biru, Dr. Rose Mini A. Prianto, M. Psi (Psikolog, Konsultan Program AFI) dan Maya Safira Muchtar (Ketua Yayasan Anand Ashram)



Tokoh humanis, Bapak Anand Krishna, memberikan sambutannya pada seminar yang dihadiri 1200 peserta dari kalangan pendidik, dokter, psikolog, pelajar, mahasiswa dan umum